Rabu, 12 November 2008

Dicari Sepeda Motor Honda C70


Kalau kalian punya Sepeda motor Honda C70, bisa hubungi saya...
Lebih diutamakan jika domisili Anda di Palembang, kalaupun tidak tidak masalah asal ada kecocokan harga..he he.
Honda C70 saya cari untuk refresh nostalgia dulu waktu kuliah, saya pakai kuda besi ini.

Sabtu, 01 November 2008

Demam Pada Anak

DEMAM PADA ANAK

APAKAH DEMAM ITU ?
Demam bukan penyakit, demam adalah gejala bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi di dalam tubuh.Demam adalah kondisi dimana otak menciptakan kondisi suhu di atas normal yaitu di atas 38C. Akibat tuntutan peningkatan tersebut maka tubuh akan memproduksi panas.


MEKANISME TERJADINYA DEMAM·
Sejak zaman dahulu, demam telah dikenal sebagai tanda utama penyakit, tetapi pengertian tentang patofisiologi demam tergolong relatif masih baru. Substansi yang dapat menimbulkan demam disebut pirogen. Ada dua macam pirogen, yaitu pirogen endogen yang dibentuk oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap stimulus dari luar (misal: toksin), dan pirogen eksogen yang berasal dari luar tubuh. Demam timbul karena adanya produk sel peradangan hospes yang merupakan pirogen endogen. Belakangan ini, terbukti bahwa fagosit mononuklear merupakan sumber utama pirogen endogen dan bahwa bermacam-macam produk sel mononuklear dapat menjadi mediator timbulnya demam.· Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu molekul kecil di dalam tubuh kita yang disebut pirogen atau zat pencetus panas.· Apa penyebab radang yang bukan infeksi? Bisa alergi (yang tersering), bisa juga trauma, tumbuh gigi (teething), atau karena penyakit autoimun (ada kesalahan "program" di dalam tubuh dimana organ tubuh dikira sebagai "musuh" dan diserang oleh sistem imun.· Infeksi adalah masuknya jasad renik (micro organisms atau mahluk hidup yg sangat kecil yang umumnya tidak dapat dilihat dengan mata) ke tubuh kita. Masuknya micro-organisms tersebut belum tentu menyebabkan kita jatuh sakit, tergantung banyak hal antara lain tergantung seberapa kuat daya tahan tubuh kita.· Bila sistem imun kita kuat, mungkin kita tidak jatuh sakit atau kalaupun sakit, ringan saja sakitnya, bahkan tubuh kita selanjutnya membentuk zat kekebalan (antibodi). Mikro organisme atau jasad renik tsb bisa kuman/bakteri, bisa virus, jamur, dll· Pada saat terserang infeksi, maka tentunya tubuh harus membasmi infeksi. Dengan mengerahkan sistem imun. Tentara untuk melawan infeksi adalah sel darah putih dan dalam melaksanakan tugasnya agar efektif dan tepat sasaran, sel darah putih tidak bisa sendirian, diperlukan dukungan banyak pihak termasuk pirogen. Pirogen itu membawa beberapa tujuan diantaranya adalah mengerahkan sel darah putih atau leukosit ke lokasi infeksi dan menimbulkan demam yang akan membunuh virus karena virus tidak tahan suhu tinggi, virus tumbuh subur di suhu rendah.· Terdapat tiga fase terjadinya demam. Diawali dengan menggigil, sampai suhu tubuh mencapai puncaknya, lalu menetap dan baru akhirnya turun


CARA MENGATASI DEMAM·
Minum banyak, karena demam dapat menimbulkan dehidrasi (baca "kerugian yg dapat terjadi karena demam").· Kompres anak dengan air hangat. bBukan dengan air dingin. karena apabila diberi air dingin, otak kita akan menyangka bahwa suhu diluar tubuh dingin sehingga otak akan memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhunya dengan cara menggigil sehingga memproduksi panas. Akibatnya suhu tubuh anak bukannya turun, melainkan tambah panas.· Sebaiknya kompres dilakukan ketika: anak merasa uncomfortable, suhu mencapai 40C, pernah kejang demam/keluarga dekat pernah menderita kejang demam atau anak muntah2 sehingga obat tidak bisa masuk. Cara melakukan kompres: taruh anak di bath tub mandi dengan air hangat (30-32C) atau usapkan air hangat disekujur tubuh anak. Kalau anak menolak, duduk di bath tub beri mainan & ajak bermain.· Obat penurun panas, acetaminophen atau paracetamol seperti tempra, panadol, atau paracetol, tylenol, sesuai dosis. Kapan obat penurun panas diberikan? Bila suhu di atas 38.5C, atau bila anak uncomfortable. Sebaiknya jangan berikan obat demam apabila panasnya tidak terlalu tinggi (dibawah 38.5C).


KOMPLIKASI·
Dehidrasi atau kekurangan cairan karena pada saat demam, terjadi peningkatan pengeluaran cairan tubuh.· Kejang demam, biasanya hanya mengenai bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun. Terjadi pada hari pertama demam, serangan pertama jarang sekali terjadi pada usia <> 3 tahun. Gejala: anak tidak sadar, kejang tampak sebagai gerakan2 seluruh tangan dan kaki yang terjadi dalam waktu sangat singkat.· Kejang demam pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kerusakan otak


PENANGANAN DEMAM
Orang tua tidak harus panik, umumnya demam tidak membahayakan jiwa. Hal utama yang perlu dilakukan adalah mengamati perilaku anak. Bila saat suhu agak rendah anak masih tetap aktif, masih riang, masih mau main, maka kita tidak perlu cemas.· Jangan memberikan obat panas bila demam tidak tinggi· Cegah kemungkinan terjadinya dehidrasi· Ruangan dijaga agar tidak panas, pasang kipas angin. Anak memakai baju yang tidak tebal· Ekstra cairan, Minum sering: Air, air sup, jus buah segar yang sudah dicampur air, es batu, es krim· Bila sering muntah atau diare, beri minuman yg mengandung elektrolit: pedialyte, oralit· Biarkan anak memakan apa yang dia inginkan, jangan dipaksa. Hindarkan makanan yang berlemak, makanan yang sulit dicerna.· Tepid sponging (kompres air hangat)· Anak tidak masuk sekolah, tetapi bukan berarti harus di tempat tidur seharian.


KAPAN HARUS MENGHUBUNGI DOKTER·
Tidak mau minum atau sudah mengalami dehidrasi· Iritabel atau menangis terus menerus, tidak dapat ditenangkan· Tidur terus menerus, lemas dan sulit dibangunkan· Bila bayi berusia <> 6 bulan, dengan suhu tubuh ³ 40C· Kejang atau terdapat kaku kuduk leher,· Sesak napas· Gelisah, muntah, diare· Sakit kepala hebatKapan harus mengompres anak demam· anak sangat gelisah· Suhu 40C· Mempunyai riwayat kejang demam atau keluarga dekat pernah menderita kejang demam· Muntah-muntah sehingga obat tidak bisa masuk

CARA MENGOMPRES·
Taruh anak di bath tub/ember mandi yang diisi air hangat bersuhu 30 – 32C· Usapkan air hangat di sekujur tubuh anak· Bila anak menolak, suruh duduk di ember/bath tub, beri mainan, ajak bermain

PENANGANAN KEJANG·
Orang tua sering sulit membedakan antara menggigil dengan kejang.· Pada saat anak menggigil, anak tidak kehilangan kesadaran, tidak berhenti napasnya. Anak menggigil karena suhu demamnya akan meningkat.· Orang tua juga sulit membedakan antara kejang demam/steup - dg kejang akibat infeksi otak.· Kejang akibat demam bersifat generalized (melibatkan seluruh tubuh), berlangsung sekejap, setelah kejang - anak sadar.· Kejang akibat infeksi otak berlangsung lama, berulang-ulang, lehernya kaku, dan sesudah kejang, anak tidak sadar.Sebaiknya org tua menghitung lamanya kejang dengan watch stop - tidak jarang, akibat penampilannya yang menakutkan, maka orang tua merasa kejangnya lama meski sebenarnya hanya berlangsung dalam detik atau menit.

PENANGANAN KEJANG DEMAM :·
Jangan panik, amati kondisi anak dengan cermat· Baringkan anak/bayi di tempat yang aman· Cegah agar saat kejang anak tidak tersedak dengan posisi anak tengkurap atau miring· Jangan taruh benda apapun di dalam mulut anak

OBAT PENURUN DEMAM·
Obat penurun panas, bekerja menghambat ensim Cox - sehingga pembentukan prostaglandin terganggu-yang selanjutnya menyebabkan terganggunya peningkatan suhu tubuh. Obat penurun panas samasekali tidak mengobati si penyebab demam.· Obat penurun demam yang sering diberikan adalah Ibuprophen, Acetaminophen, Acetosal Metamizole. Bila overdosis, dapat menyebabkan kerusakan hati· Sebaiknya jangan campur acetaminophen dengan phenobarbital (luminal). Luminal menekan ensim hati yang kerjanya menetralisir acetaminophen sehingga kadar acetaminophen di darah akan meningkatkan dan meningkat pula risiko intoksikasi acetaminophen.· Acetaminophen merupakan obat yang paling aman selama dosisnya diberikan dengan tepat.· Jangan berikan aspirin seperti asetosal atau aspilet pada anak

Oleh: Dr Widodo Judarwanto SpA
CHILDREN ALLERGY CLINICPICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN)
Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat
telp : (021) 70081995 – 70081995email : wido25@hotmail.com , ttp://alergianak.blogspot.com/

Demam, Solusinya Tidak Harus Dengan Antibiotika


BACKGROUND

“Penderita yang sering berobat di Indonesia bila berobat di luar negeri (terutama di negara maju,) sering khawatir karena bila sakit jarang diberi antibiotika. Sebaliknya pasien yang sering berobat di luar negeri juga sering khawatir, bila berobat di Indonesia setiap sakit selalu mendapatkan antibiotika”.
Hal ini bukan sekedar pameo belaka. Tampaknya banyak fakta yang mengatakan bahwa memang di Indonesia, dokter lebih gampang memberikan antibiotika.Pemberian antibiotika berlebihan pada anak tampaknya memang semakin meningkat dan semakin mengkawatirkan.. Pemberian antibiotika berlebihan atau pemberian irasional artinya penggunaan tidak benar, tidak tepat dan tidak sesuai dengan indikasi penyakitnya. Sebenarnya permasalahan ini dahulu juga dihadapi oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey, pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan 47,9% resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut.Di Indonesia belum ada data resmi tentang penggunaan antibiotika. Sehingga banyak pihak saat ini tidak khawatir dan sepertinya tidak bermasalah. Tetapi berdasarkan tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pemakaian antibiotika di Indonesia jauh banyak dan lebih mencemaskan.


PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Flemming pada tahun 1929 dan digunakan untuk membunuh bakteri secara langsung atau melemahkan bakteri sehingga kemudian dapat dibunuh dengan sistem kekebalan tubuh kita. Antibiotika ada yang merupakan produk alami, semi sintetik, berasal dari alam dibuat dengan beberapa perubahan agar lebih kuat, mengurangi efek samping atau untuk memperluas jenis bakteri yang dapat dibunuh dan sepenuhnya sintetik.Jenis antibiotika terdiri dari antibiotika narrow spectrum untuk membunuh jenis2 bakteri secara spesifik. Kemampuan membunuh kuman hanya tertentu, contohnya ampicillin, amoxycilin, cotrimoksazol. Jenis lainnya Broad spectrum, membunuh semua jenis bakteri didalam tubuh. Antibiotika yang termasuk kategori ini adalah cephalosporin. Cephalosporin dalam perkembangannya terdapat generasi baru yaitu generasi 2 dan generasi 3. Semakin besar generasinya semakin kuat potensi untuk membunuh kuman. Tampaknya saat ini penggunaan obat generasi 2 dan 3 tersebut saat ini sudah mulai marak, meskipun infeksi yang diderita penderita tidak terlalu berat. Bahkan tidak jarang seorang dokter memberikan obat antibiotika lebih dari 1 antibiotika dalam satu resep.Di dalam tubuh banyak sekali terdapat bakteri, bahkan salah satu kandungan ASI adalah bakteri. Sebenarnya kebanyakan bakteri dalam tubuh tidaklah jahat. Manfaat bakteri diusus adalah mengubah makanan menjadi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh dan memproduksi vitamin B dan vitamin K. Fungsi bakteri juga memperbaiki sel dinding usus yang tua atau sudah rusak dan merangsang gerak usus. Dengan menghambat berkembang biaknya bakteri jahat dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak terinfeksi bakteri jahat.


BAHAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA IRASIONAL PADA ANAK

Sebenarnya pemberian antibiotika secara benar dan sesuai indikasi memang harus diberikan. Meskipun terdapat pertimbangan bahaya efek samping dan mahalnya biaya. Tetapi menjadi masalah yang mengkawatirkan, bila penggunaannnya irasional atau berlebihan. Banyak kerugian yang terjadi bila pemberian antibiotika berlebihan tersebut tidak dikendalikan secara cepat dan tuntas. Kerugian yang dihadapi adalah meningkatnya resistensi terhadap bakteri. Belum lagi perilaku tersebut berpotensi untuk meningkatkan biaya berobat. Harga obat antibiotika sangat mahal dan merupakan bagian terbesar dari biaya pengobatan. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotika adalah gangguan beberapa organ tubuh. Apalagi bila diberikan kepada bayi dan anak-anak, karena sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna. Apalagi anak beresiko paling sering mendapatkan antibiotika, karena lebih sering sakit akibat daya tahan tubuh lebih rentan. Bila dalam setahun anak mengalami 9 kali sakit, maka 9 kali 7 hari atau 64 hari anak mendapatkan antibiotika. Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya. Gangguan saluran cerna dapat berupa diare, mual, muntah dan nyeri perut.Beberapa antibiotika dapat mengganggu sumsum tulang, salah satunya kloramfenikol. Bila sumsum tulang terganggu maka terjadi gangguan pembentukan sel darah merah menjadikan kurang darah atau anemia. Antibiotika dapat mengganggun fungsi hati. Obat tuberkulosis seperti INH, rifampisin dan PZA (pirazinamid) yang paling sering menimbulkan efek ini. Golongan antibiotika yang bisa menimbulkan gangguan fungsi ginjal adalah aminoglikosida (garamycine, gentamycin), Imipenem, Meropenem dan Ciprofloxacin. Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan vivir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa (reaksi anafilaksis). Antibiotika juga dapat menimbulkan demam seperti golongan cotrimoksazol (bactrim, septrim), sefalsporin dan eritromisin.Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa (reaksi anafilaksis).Pemakaian antibiotika berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur atau disebut "superinfection". Pemberian antibiotika yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut “superbugs”.Jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan Antibiotika yang ringan. Apabila antibiotikanya digunakan dengan irasional, maka bakteri tersebut mutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis antibiotika yang lebih kuat. Bila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar, maka suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis antibiotika yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kita kembali ke zaman sebelum antibiotika ditemukan. Pada zaman tersebut infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik. Hal lain yang mungkin terjadi nantinya kebutuhan pemberian antibiotika dengan generasi lebih berat, dan menjadikan biaya pengobatan semakin meningkat karena semakin harganya mahal.


INDIKASI PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA
Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek yang berkelanjutan selama lebih 10 – 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika
Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 C dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin, Amoxicillinm atau Clavulanate. Bila dalam 2 – 3 hari membaik pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10 – 14 hari.
Indikasi lainnya adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus. Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit yang lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan penyakit tifus Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur darah atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kultur urine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan sensitivitas terhadap antibiotika. Untuk mengetahui penyakit tifus harus dilakukan pemeriksaan darah Widal dan kultur darah gal. Anak usia di bawah 5 tahun yang mengalami infeksi virus sering mengalami overdiagnosis penyakit Tifus. Sering terjadi kesalahan persepsi dalam pembacaan hasil laboratorium. Infeksi virus dengan peningkatan sedikit pemeriksaan nilai widal sudah divonis gejala tifus dan dihantam dengan antibiotika.
Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk “self limiting disease” atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 – 7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan terlalu mudah mendiagnosis (overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik.
Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 penderita pilek(flu) karena virus didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati Infeksi saluran napas Atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi Saluran napas Atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri.


SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ?
Dalam permasalahan penggunaan antibiotika yang berlebihan ini, pihak manakah yang bertanggung jawab untuk mengatasinya? Permasalahan ini tidak sesederhana seperti yang kita lihat. Banyak pihak yang berperanan dan terlibat dalam penggunaan antibiotika berlebihan ini. Pihak yang terlibat mulai dari penderita (orang tua penderita), dokter, rumah sakit, apotik, medical representatif, perusahaan farmasi dan pabrik obat.
Orangtua juga sering sebagai faktor terjadinya penggunaan antibiotika yang berlebihan. Pendapat umum yang tidak benar terus berkembang, bahwa kalau tidak memakai antibiotika maka penyakitnya akan lama sembuhnya. Tidak jarang penggunaan antibiotika adalah permintaan dari orang tua. Yang lebih mengkawatirkan saat ini beberapa orang tua dengan tanpa beban membeli sendiri antibiótika tersebut tanpa pertimbangan dokter. Antibiotika yang merupakan golongan obat terbatas, obat yang harus diresepkan oleh dokter. Tetapi runyamnya ternyata obat antibiotika tersebut mudah didapatkan di apotik atau di toko obat meskipun tanpa resep dokter.
Bila penggunaan antibiotika berlebihan lebih dikarenakan faktor dokter, maka orang tua sebagai penerima jasa dalam keadaan posisi yang sulit. Tetapi orang tua penderita sebagai pihak pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya rencana pengobatan, tujuan pengobatan dan akibat efek samping pengobatan tersebut Kalau perlu orang tua sedikit berdiskusi dengan cara bukan menggurui untuk peluang apakah boleh tidak diberi antibiotika.Persoalan menjadi lebih rumit karena ternyata bisnis perdagangan antibiotika sangat menggiurkan. Pabrik obat, perusahaan farmasi, medical sales representative dan apotik sebagai pihak penyedia obat mempunyai banyak kepentingan. Antibiotika merupakan bisnis utama mereka, sehingga banyak strategi dan cara dilakukan. Dokter sebagai penentu penggunaan antibiotika, harus lebih bijak dan harus lebih mempertimbangkan latar belakang ke ilmuannya. Sesuai sumpah dokter yang pernah diucapkan, apapun pertimbangan pengobatan semuanya adalah demi kepentingan penderita, bukan keperntingan lainnya. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkala dan berkelanjutan dokter juga ikut berperanan dalam mengurangi perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini.
Departemen Kesehatan (Depkes), Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Rumah akit Indonesia (PERSI) dan beberapa intitusi terkait lainnya harus bekerjasama dalam penanganannya. Pendidikan tentang bahaya dan indikasi pemakaian antibiotika yang benar terhadap masyarakat harus terus dilakukan melalui berbagai media yang ada. Penertiban penjualan obat antibiotika oleh apotik dan lebih khusus lagi toko obat harus terus dilakukan tanpa henti. Organisasi profesi kedokteran harus terus berupaya mengevaluasi dan melakukan pemantauan lebih ketat tentang perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini terhadap anggotanya. Kalau perlu secara berkala dilakukan penelitian secara menyeluruh terhadap penggunaan antibitioka yang berlebihan ini. Sebaiknya praktek dan strategi promosi obat antibiotika yang tidak sehat juga harus menjadi perhatian. Bukan malah dimanfaatkan untuk kepentingan dokter, meskipun demi kepentingan kegiatan ilmiah. PERSI sebagai wadah organisasi rumah sakit, juga berwenang memberikan pengawasan kepada anggotanya untuk terus melakukan evaluasi yang ketat terhadap formularium obat yang digunakan.
Di Amerika Serikat, karena upaya kampanye dan pendidikan terus menerus terhadap masyarakat dan dokter ternyata dapat menurunkan penggunaan antibiotika secara drastis. Proporsi anak usia 0 – 4 tahun yang mendapatkan antibiotika menuirun dari 47,9% tahun 1996 menjadi 38,1% tahun 2000. Jumlah rata-rata antibiotika yang diresepkan menurun, dari 47.9 1.42 peresepan per anak tahun 1996 menjadi 0.78 peresepan per anak tahun 2000. Rata-rata pengeluaran biaya juga dapat ditekan cukup banyak, padfa tahun 1996 sebesar $31.45 US menjadi $21.04 per anak tahun 2000.
Rekomendasi dan kampanye penyuluhan ke orangtua dan dokter yang telah dilakukan oleh kerjasama CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotika. Pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas yang disebabkan virus. Perubahan warna dahak dan ingus berubah menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis Infeksi Saluran Napas Atas karena virus, bukan merupaklan indikasi antibiotika. Pemberian antibiotika tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri.
Upaya ini seharusnya menjadi contoh yang baik terhadap intitusi yang berwenang di Indonesia dalam mengatasi permasalahan pemberian antibiotika ini. Melihat rumitnya permasalahan pemberian antibiotika yang irasional di Indonesia tampaknya sangat sulit dipecahkan. Tetapi kita harus yakin dengan kemauan keras, niat yang tulus dan keterlibatan semua pihak maka permasalahan ini dapat diatasi. Jangan sampai terjadi, kita baru tersadar saat masalah sudah dalam keadaan yang sangat serius.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenstein N, Phillips WR, Gerber MA, Marcy SM, Schwartz B, Dowell SF. The common cold-principles of judicious use.Pediatrics 1998;101:181-184.

2. Monto AS, Ullman BM. Acute respiratory illness in an American community. JAMA 1974;227:164-169.

3. Wald ER. Purulent nasal discharge. Pediatric Infect Dis J1991;10:329-333.

4. Centers for Disease Control and Prevention. Get smart: know when antibiotics work. Web site:
http://www.cdc.gov/drugresistance/community/. Accessed Oct. 2004.
5. Mainous AG III, Hueston WJ, Davis MP, et al. Trends in antimicrobial prescribing for bronchitis and upper respiratory infections among adults and children. Am J Public Health 2003 Nov; 93(11):1910-4.

6. Perz JF, Craig AS, Coffey CS, et al. Changes in antibiotic prescribing for children after a communitywide campaign. JAMA 2002; 287:3101-9.

7. Schwartz B, Bell DM, Hughes JM. Preventing the emergence of antimicrobial resistance. A call to action by clinicians, public health officials, and patients. JAMA.1997; 278 :944 –945.

8. US Interagency Task Force. A Public Health Action Plan to Combat Antimicrobial Resistance. Bethesda, MD: US Interagency Task Force; 2001

9. Finkelstein JA, Metlay J, Davis RL, Rifas S, Dowell SF, Platt R. Antimicrobial use in defined populations of infants and young children. Arch Pediatr Adolesc Med.2000; 154 :395 –400.

10. Nyquist AC, Gonzales R, Steiner JF, Sande MA. Antibiotic prescribing of children with colds, upper respiratory tract infections, and bronchitis. JAMA.1998; 279 :875 –877.

11. Nash DR, Harman J, Wald ER, Kelleher KJ. Antibiotic prescribing by primary care physicians for children with upper respiratory tract infections. Arch Pediatr Adolesc Med.2002; 156 :1114 –1119.

12. Koopman LP, Smit HA, Heijnen M-LA, et al. Respiratory infections in infants: interaction of parental allergy, child care, and siblings—the PIAMA Study. Pediatrics.2001; 108 :943 –948

13. Barden LS, Dowell SF, Schwartz B, Lackey C. Current attitudes regarding use of antimicrobial agents: results from physicians’ and parents’ focus groups. Clin Pediatr.1998; 37 :665 –671.

14. resistance and appropriate antibiotic use in children. Pediatrics.2001; 107(1) .

15. Mangione-Smith R, McGlynn EA, Elliott M. Parental expectations for antibiotic, physician-parent communication, and satisfaction. Arch Pediatr Adolesc Med.2001; 155 :800 –806.

16. Mangione-Smith R, McGlynn EA, Elliott MN, Krogstad P, Brook RH. The relationship between perceived parental expectations and pediatrician antimicrobial prescribing behavior. Pediatrics.1999; 103 :711 –718.

17. Takata GS, Chan LS, Shekelle P, Morton SC, Mason W, Marcy SM. Evidence assessment of management of acute otitis media: I. The role of antibiotics in treatment of uncomplicated acute otitis media. Pediatrics.2001; 108 :239 –247.

18. oannidis JPA, Lau J Technical report: evidence for the diagnosis and treatment of acute uncomplicated sinusitis in children: a systematic overview. Pediatrics.2001; 108(3) .

19. van Buchem FL, Peeters MF, van’t Hof MA. Acute otitis media: a new treatment strategy. BMJ.1985; 290 :1033 –1037

20. Paradise JL. On classifying otitis media as suppurative or non-suppurative, with a suggested clinical schema. J Pediatr.1987; 111 :948 –951.

21. Brien KL, Dowell SF, Schwartz B, Marcy SM, Phillips WR, Gerber MA. Cough illness/bronchitis—principles of judicious use of antimicrobial agents. Pediatrics.1998; 101(suppl) :178 –181.

22. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Management of Sinusitis and Committee on Quality Improvement. Clinical practice guideline: management of sinusitis. Pediatrics.2001; 108 :798 –808.


WORKING TOGETHER AGAINTS DISTURBANCE IN CHILDREN,

BY :CLINIC FOR CHILDREN

Organized by Yudhasmara Foundation

Mengenal Demam Typhoid

Definisi
Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di beberapa Negara berkembang, dimana sanitasi lingkungan kurang dijaga dengan baik.
Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita. Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan.
Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar. Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan).
Sekitar 3% penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun. Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari demam tifoid.

Gejala dan tanda
Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam waktu 8-14 hari setelah terinfeksi. Gejalanya bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit tenggorokan, sembelit, penurunan nafsu makan dan nyeri perut. Kadang penderita merasakan nyeri ketika berkemih dan terjadi batuk serta perdarahan dari hidung.
Jika pengobatan tidak dimulai, maka suhu tubuh secara perlahan akan meningkat dalam waktu 2-3 hari, yaitu mencapai 39,4-40°C selama 10-14 hari. Panas mulai turun secara bertahap pada akhir minggu ketiga dan kembali normal pada minggu keempat. Demam seringkali disertai oleh denyut jantung yang lambat dan kelelahan yang luar biasa.
Pada kasus yang berat bisa terjadi delirium, stupor atau koma.
Pada sekitar 10% penderita timbul sekelompok bintik-bintik kecil berwarna merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung selama 2-5 hari.


Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau jaringan tubuh lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.

Pengobatan
Tirah baring selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan. Antibiotik yang banyak digunakan adalah kloramfenikol 100mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Kloramfenikol tidak bias diberikan bila jumlah leukosit < color="#ff6600">

Komplikasi
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya terlambat:
Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami perdarahan hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.
Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut yang hebat karena isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).
Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya terjadi akibat infeksi pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia).
Infeksi kandung kemih dan hati.
Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi tulang (osteomielitis), infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi selaput otak (meningitis), infeksi ginjal (glomerulitis) atau infeksi saluran kemih-kelamin.
Pada sekitar 10% kasus yang tidak diobati, gejala-gejala infeksi awal kembali timbul dalam waktu 2 minggu setelah demam mereda.
Pencegahan
Vaksin tifus per-oral (ditelan) memberikan perlindungan sebesar 70%, namun vaksin ini hanya diberikan kepada orang-orang yang telah terpapar oleh bakteri Salmonella typhi dan orang-orang yang memiliki resiko tinggi (termasuk petugas laboratorium dan para pelancong).
Hindari makan sayuran mentah dan makanan lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam suhu ruangan dan pilih makanan yang masih panas atau makanan yang dibekukan, minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.

Batal diamputasi Berkat Product HD

Awalnya saya (Ibu Azizah) sering merasa haus, malas makan, sering buang air kecil, dan berat badan menyusut. Tapi saya mengabaikannya karena tidak mengetahui bahwa itu adalah gejala penyakit Diabetes Mellitus (DM). Lama kelamaan saya merasa kulit di kedua kaki pecah-pecah dan ada bisul berisi air di kaki kanan. Saya lalu memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam dan dianjurkan untuk memeriksa kadar gula darah.
Hasilnya kadar gula darah saya sangat tinggi, 470 mg/dl. Dokter memberi obat untuk mengontrol kadar gula darah dan mengobati bisul di kaki saya. Saya juga langsung memerapkan pola makan dengan mengkonsumsi kentang sebagai pengganti nasi, gula khusus bagi penderita DM, serta satu jenis buah saja yaitu melon. Namun bisul itu tak kunjung sembuh, bahkan bertambah parah hingga mengeluarkan darah dan nanah. Betis kanan saya juga terlihat bengkak seperti menyimpan nanah. Dokter menyarankan agar kaki kanan saya diamputasi. Saya dan keluarga tidak setuju dan berganti ke pengobatan alternatif shinshe. Namun pengobatan itu tidak menjadikan kondisi saya membaik sehingga saya memutuskan untuk berhenti.
Seorang distributor High Desert memperkenalkan dan menjelaskan manfaat produk HD. Produk yang dianjurkan adalah Pollenergy 520, Bee Propolis Tablet, dan Aloe Propolis Cream untuk dioleskan pada luka di kaki. Saya tertarik untuk mencobanya.
Setelah 10 hari mengonsumsi produk High Desert, radang luka di kaki saya berangsur rapat dan hilang. Dua puluh hari kemudian, kadar gula darah saya turun menjadi84 mg/dl. Luka di kaki semakin membaik sehingga tidak perlu diamputasi.
Sampai sekarang saya masih mengonsumsi produk-produk HD sambil menjaga pola makan dan mengurangi makan penganan manis. Saya berterima kasih kepada Tuhan sehingga kondisi saya dapat membaik. Saya menyarankan kepada rekan-rekan untuk tidak ragu mengonsumsi produk HD.
(
Seperti dituturkan oleh Ibu Azizah, 55 th, Palembang dalam Kumpulan Testimonial, dr. Ivan Hoesada).

Madu Lebah Obat Luka Akibat Diabetes di Amerika

Commission on Scientific Signs of Qur’an & SunnahAdalah lembaga pengkajian aspek Sains & teknologi dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Didirikan pada tahun 1987 di bawah suvervisi Rabithah Alam Islami di Makkah Al-Mukarromah. Penggagasnya adalah seorang ulama asal Yaman, Syekh Abdul Majid Zendani. Beliau adalah seorang ahli farmasi yang sangat menguasasi sains moderen, tafsir dan hadits. Sekarang dipimpin oleh Syekh Dr. Abdullah Al-Mushlih, seorang ulama Saudi Arabia.
***
Majalah Al-I’jaz Al-Ilmi No 30, Jumadil Akhir 1429
Seorang dokter wanita Amerika sampai kepada suatu kebenaran/kepastian yang disebutkan Al-Qur’an Al-Karim dan dijelaskan Rasul Saw lebih dari 14 abad silam. Kebenaran tersebut ialah bahwa di dalam madu lebah terdapat kandungan obat untuk manusia.
Pengobatan terhadap penyakit diabetes merupakan bagian manfaat medis yang luar biasa yang terkandung dalam madu lebah yang sudah menjadi rekomendasi dalam dunia kedokteran Islam. Yang baru dari penemuan tersebut ialah bahwa kalangan ilmuan Amerika merekomendasikan keharusan merujuk (mejadikan referensi) kepada warisan Islam terkait dengan pengobatan melalui madu lebah.
Pada tahun 2002, Catherina Hulbert, seorang warga Negara Amerika mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kakinya luka parah. Saat kecelakaan itu dia sudah menderita penyakit diabetes. Sebab itu, luka yang dideritanya tidak kunjung sembuh kendati sudah mengkonsusmsi berbagai obat dan anti biotic. Kondisi seperti itu dia alami selama delapan bulan.
Setelah melihat kondisi lukanya yang tak kunjung membaik, maka Dr Jennifer Eddy dari fakultas kedokteran Universitas Wisconsin menganjurkan untuk menggunakan madu lebah sebagai obat yang dioleskan di tempat luka. Setelah beberapa bulan melakukan pengabotan dengan madu lebah tersebut luka kaki Catherina Hulbert-pun sembuh total. Kasus tersebut menyebabkan Dr Jennifer Eddy memperoleh dukungan dari Akedemi Amerika Untuk Dokter Keluarga di wilayah Wisconsin untuk meneruskan kajiannya khusus pengobatan melalui madu lebah.
Dr Jennifer juga menjelaskan, sebelumnya dia juga pernah mengobati salah seorang pasien diabetes yang sedang menghadapi fonis amputasi setelah berbagai pengobatan yang dijalankan sang pasien mengalami kegagalan. Dr Jennifer juga menambahkan bahwa terbuktilah sudah di kalangan para ahli medis bahwa mengobati luka akibat diabetes dengan madu lebah memiliki manfaat yang banyak, khususnya bagi para pengidap penyakit diabetes di dunia saat ini jumlah mereka mencapai sekitar 200 juta orang. 15 % dari mereka mengalami sampai ke tingkat “tukak” (membusuk) sebagai akibat dari hilangnya rasa di kaki mereka.
Sedangkan persentase operasi amputasi bagi para penderita diabetes secara internasional diperkitakan terjadi setiap setengah menit satu kali. Adapun biaya operasi amputasi di Amerika saja mencapai USD 11 juta pertahun. Jennifer menambahkan, kasus Catherina Hulbert merupakan contoh nyata bagi para penderita diabetes yang mungkin diselamatkan dari kehilangan anggota tubuh mereka dengan biaya yang sangat ringan.
Seperti yang diketahui bahwa penderita diabetes mengalami penurunan kelancaran darah dalam pembulu darah mereka dan lemahnya tingkat imunitas terhadap berbagai penyakit. Ditambah lagi antibiotic yang diberikan untuk mengobati luka diabetes tidak bermanfaat disebabkan bakteri Staphylococcus Aurous akan membentuk perlawanannya sendiri. Sedangkan madu lebah menciptakan perlawanan terhadap bacteria dengan berbagai cara. Sebab itu dianggap sebagai pengabatan paling efektif bagi penyembuhan luka akibat diabetes.
Dalam madu lebah juga terdapat zat asam yang mudah berinteraksi dan tinkat kelembaban yang rendah sehingga menyebabkan madu lebah tersebut mudah membunuh bacteria. Di tambah lagi adanya enzim yang mengeluarkan acid hydrogen yang berfungsi membersihkan luka sehingga mudah membunuh semua bacteria yang ada.
Akhirnya kita tutup dengan ungkapan : Sesungguhnya pengobatan dengan madu lebah telah menjadi masalah yang sangat menarik perhatian para ilmuan di bidang kesehatan secara mendunia, khususnya pusat-pusat yang memerangi berbagai penyakit dan organisasi-organisasi kesehatan intrnasional di tengah meningkatnya macam-macan bacteria yang mampu melawan obat-obat antibiotic lainnya.
Dr Jennifer juga menekankan keharusan mendahulukan pengobatan dengan madu karena pembusukan (tukak) akibat diabetes bukan perkara mudah. Sungguh benarlah firman Allah dalam Al-Qur’an suat An-nahl : 68 – 69 :
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (68) ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (69)Dan Tuhan Penciptamu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".(68) Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS An-nahl : 68 – 69)